8 Kebohongan Seorang Ibu
Dalam
kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan membuat
manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah ini
justru sebaliknya. Dengan adanya kebohongan ini, makna sesungguhnya dari
kebohongan ini justru dapat membuka mata kita dan terbebas dari
penderitaan, ibarat sebuah energi yang mampu mendorong mekarnya sekuntum
bunga yang paling indah di dunia.
Cerita bermula ketika aku
masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah
keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan.
Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil
memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata: “Makanlah nak, aku tidak
lapar” ———- KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA
Ketika saya mulai
tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk
pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil
pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk petumbuhan.
Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang
selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk di sampingku dan
memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan
bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati
juga tersentuh, lalu menggunakan sendokku dan memberikannya kepada
ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : “Makanlah nak,
aku tidak suka makan ikan” ———- KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA
Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan kakakku,
ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk
ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk
menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari
tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan
gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku berkata
:”Ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.” Ibu
tersenyum dan berkata :”Cepatlah tidur nak, aku tidak capek” ———-
KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA
Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti
kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang,
terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di
bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi lonceng
berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku
dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku.
Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang
yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera
memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata
:”Minumlah nak, aku tidak haus!” ———- KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT
Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap
sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia
harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun
semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi
keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang
tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun
masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita
yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi.
Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka,
ibu berkata : “Saya tidak butuh cinta” ———- KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA
Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan
bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak
mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di
luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi
kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut.
Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : “Saya punya duit”
———- KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM
Setelah lulus dari S1, aku pun
melanjutkan studi ke S2 dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah
universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa di sebuah
perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji yang
lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di
Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan
anaknya, ia berkata kepadaku “Aku tidak terbiasa” ———- KEBOHONGAN IBU
YANG KETUJUH
Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena
penyakit kanker lambung, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada
jauh di seberang samudra atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk
ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya
setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku
dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya
terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas
betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah
dan kurus kering. Aku sambil menatap ibuku sambil berlinang air mata.
Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini.
Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : “jangan menangis anakku, Aku tidak
kesakitan” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN
Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.
Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan :
“Terima kasih ibu !”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar