KISAH NYATA
kisah nyata, anak 9 tahun tak berdaya dalam ayunan
Mak Rasem (70 tahun) hari itu kembali pergi ke sawah untuk menjadi kuli
tandur (buruh tanam padi). Ia merasakan sakit di bagian punggung dan
pundaknya. Tapi ia tak punya pilihan
lain kecuali tetap menjadi buruh serabutan di sawah untuk menyambung
kehidupan keluarganya. Hal ini ia lakukan semenjak setahun silam, ketika
pak ekek (70 tahun) suaminya terpaksa berhenti bekerja sebagai penjual
kangkung keliling karena kedua matanya yang tiba-tiba buta.
selain bersama Pak Ekek, Mak Rasem tinggal bersama cucu kesayangannya,
Yulia. Gadis sembilan tahun ini mulai tinggal bersama Mak Rasem sejak
lima tahun lalu, setelah ibu dan ayahnya meninggal didera sakit
paru-paru. Yulia datang saat itu dalam kondisi sakit dan kekurangan
gizi. Lima tahun bergulir, tubuh mungil yulia tidak banyak berubah.
Kini, usia Yulia sudah sembilan tahun, berat badannya hanya 5,2
kilogram. pergelangan tangannya nyaris sebesar satu jari tangan orang
dewasa. Tubuhnya kecil, hanya terlihat tonjolan-tonjolan tulang di sana
sini berbalut kulit. Ia tak bisa bicara, tak bisa juga bergerak aktif,
hanya menghabiskan sepanjang hidupnya dalam sebuah ayunan bayi dari
sebuah kain sarung tua.
Sore itu Mak Rasem bergegas pulang dari
sawah, pikirannya kacau. Setibanya di rumah ia terkejut melihat darah
keluar cukup banyak dari mulut yulia. Dalam ketidak mengertiannya, ia
panik. Mak Rasem membersihkan mulut Yulia. Dengan sedih iapun pergi ke
toko obat, mak mersem menceritakan kondisi yulia, ia pun meminta izin
untuk berhutang obat karena tak punya uang sepeserpun. Tapi naas, obat
yang mak mersem minta tak ada di situ.
Mak Rasem bergegas
pulang menemui yulia kembali, tak bisa ku bayangkan bagaimana perasaan
mak Rasem saat itu, kalau saja aku jadi dia, mungkin sepanjang jalan
pulang akan bercucuran air mata.
Beberapa hari kemudian
datanglah seorang calon kepala desa menemui mereka dan memberikan
bantuan untuk pengobatan yulia, tak besar, hanya 100rb rupah, tapi
dengan uang itu alhamdulillah mak rasem biasa membawa yulia berobat ke
seorang bidan. dari sana lah akhirnya proses pengobatan pun di mulai dan
informasi tentang yulia mulai menyebar hingga ke telinga relawan kampus
peduli.
Pada hari Sabtu, tanggal 17 februari 2013, 7 relawan
kampus peduli kembali berangkat ke lokasi setelah sebulan sebelumnya
datang untuk survey.
Agak kaget, rumah bilik kumuh itu kini sudah
tak ada, berganti dengan rumah baru yang belum tuntas di bangun, Baru
pondasi dan kerangkanya saja yang berdiri. Nampak mak Rasem, pak ekek
dan yulia tengah berdiam di depan rumah tetangga yang juga terbuat dari
bilik dan berlantai tanah ternyata rumahnya mak rasem dapat bantuan dr
donatur untuk di perbaiki.
dalam percakapan yang mengalir,
Spontan Aku bertanya “mak, bagaimana perasaan emak sekarang?”. Mak
Rasem pun menjawab “ kalo sedih ya pasti, emak suka ngelamun, bengong,
kadang mikir ke depan nya akan bagaimana ya hidup emak, bagaimana kalau
emak meninggal, siapa yang mau merawat yulia? Si kakek sudah tidak bisa
melihat, ngasih susu aja suka salah ga ke mulut yulia.”
Kami lalu melanjutkan per berbincangan bertanya kabar tentang kondisi
emak sekeluarga sekarang. Masya Allah, mereka sekarang bahkan tak
memiliki sabun dan yang lain nya untuk mandi, pantas saja badan yulia
terlihat kotor dan bau, terutama di bagian kepala. Kami pun membagi tim
menjadi dua, 1 tim pergi ke kota untuk mebeli buah, susu, bubur bayi,
perlengkapan mandi dan obat, sedangkan tim yang lain mencoba tertawa
bersama menghibur mak Rasem sambil membantu menggunting kuku yulia yang
panjang dan kotor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar